MENANGGAPI isu yang belum lama ini terekspos di laman berita milik Timeskaltim.com dengan tajuk, “Perjuangan Nelayan Kuala Samboja Berbuah Hasil, PT JBSM Akan Subsidikan Solar Bagi Ratusan Nelayan”.
Penulis tertarik, mengulas dan mencari relasi antara realitas karier yang dijalani nelayan Kuala Samboja dengan teori Behavioral Krumboltz (keputusan karier).
Teori Behavioral yang dicetuskan oleh John D. Krumboltz, seorang Profesor Psikologi Pendidikan di Universitas Stanford California, Amerika Serikat menjelaskan, keputusan karier seseorang ialah hasil bentukan dari pengalaman dan sudut pandang mengenai kehidupan.
Setidaknya terdapat 3 faktor yang dapat menentukan keputusan karier seseorang yaitu:
1. Genetik
Faktor bawaan atau hereditas seperti keadaan fisik, psikis, watak, kecerdasan yang diturunkan kemudian mempengaruhi seseorang dalam menentukan karier yang akan dipilihnya. Jika kita melihat nelayan Kuala Samboja ini yang mayoritas berdarah Suku Bugis yang memiliki filosofis etos kerja atau dalam bahasa Bugisnya disebut ‘Siri mappakasiri-siri’”.
2. Kondisi lingkungan
Terlepas adanya faktor genetik, kondisi lingkungan juga mempengaruhi preferensi karier seseorang meliputi iklim sosial, norma, sumber daya alam, tetangga, masyarakat sekitar dan pendidikan. Bila menilik sejarah kakek nenek moyang masyarakat suku ini merupakan pelaut yang hebat berpuluh-puluh kali mengarungi samudera untuk berdakwah dan berniaga serta secara geografis pulau Sulawesi diapit lautan. Oleh karena nya, tidak heran mereka terbiasa melaut dan bermata pencaharian sebagai pelaut.
3. Proses belajar
Kehidupan yang dinamis membuat semua orang merasakan pengalaman yang beragam. Hal tersebut merupakan rangkaian proses belajar yang mana dalam proses belajar seseorang memiliki latar belakang dan hasil yang berbeda bagaimana memandang persoalan, memutuskan pilihan dan menjalani hidup. Begitupun dengan keputusan karier terdapat konsekuensi. Konsekuensi berasal dari keputusan yang telah diambil, semua keputusan memiliki konsekuensi termasuk kegagalan.
Selaras dengan penjelasan teori tersebut, nelayan Kuala Samboja yang memiliki filosofis kaya akan sarat berbunyi ‘taro ni metti ko pura muii rede’ memiliki arti biar kering yang penting sudah pernah mendidih. Maksudnya yang terpenting adalah usaha meskipun hasilnya tidak tercapai. Analogi nya nelayan Kuala Samboja memiliki keberanian dalam mengambil resiko (take risks) melaut.
Konsolidasi Nelayan Kecamatan Samboja terkait kelangkaan BBM jenis Solar.(Topan Setiawan/Times Kaltim)
Keputusan karier yang dipilih nelayan Kuala Samboja berorientasi kepada taraf lingkungan sosial budaya, yakni pola karier melaut karena tinggal di wilayah pesisir pantai.
Dengan kata lain nelayan Kuala Samboja memilih nelayan sebagai keputusan kariernya didasari warisan jiwa pelaut nenek moyang mereka dan bermukim di wilayah perairan.
Padahal per hari nya kebutuhan pasokan pangan terutama ikan masyarakat Kuala Samboja meningkat selaras dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini mendorong perlunya pasokan ikan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Menilik kebutuhan pasar yang tinggi, diperlukan koordinasi dengan stakeholder terkait seperti PT Pertamina Hulu Mahakam dalam mengentaskan permasalahan kelangkaan BBM jenis Solar, Pemerintah mengawasi pendistribusian BBM jenis Solar agar bersama-sama mewujudkan perekonomian daerah yang lebih mapan.
Hemat penulis, kebutuhan pasar yang tinggi tentu harus beriringan dengan Sumber Daya yang mumpuni dalam hal ini BBM jenis Solar.(*)
*(Penulis merupakan mahasiswi Program Studi Bimbingan Konseling Fakultas Ushuluddin, Adab Dan Dakwah, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda.)