Johar Soroti Minimnya Tingkat Pengawasan Koperasi Merah Putih Di Daerah

Teks Foto : Anggota DPRD Kota Samarinda Joha Fajal/ist/Mediakata.com

MEDIAKATA.COM, SAMARINDA -Langkah pemerintah pusat yang mendorong pembentukan Koperasi Merah Putih di berbagai daerah belum sepenuhnya meyakinkan kalangan masyarakat dan legislatif di Samarinda. Meski secara administratif sebanyak 59 koperasi telah terbentuk hingga Mei 2025, efektivitasnya masih dipertanyakan.

Di lapangan, tak sedikit warga yang mengaku belum memahami fungsi koperasi baru tersebut. Banyak dari mereka merasa hanya dilibatkan secara administratif, tanpa penjelasan utuh soal peran koperasi dalam mendukung penghidupan mereka sehari-hari.

Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Joha Fajal, ikut menyuarakan keresahan tersebut. Ia menilai bahwa semangat membentuk koperasi jangan sampai terjebak pada kepatuhan terhadap instruksi pusat, sementara realitas di daerah justru diabaikan.

“Kalau pendekatannya seragam untuk semua daerah, bisa-bisa koperasi ini malah tidak menyentuh persoalan yang sebenarnya dialami warga di sini,” kata Joha.

Ia menggarisbawahi pentingnya merancang model koperasi yang benar-benar sesuai dengan konteks sosial dan ekonomi Samarinda, bukan sekadar meniru pola dari atas. Dalam pandangannya, pembentukan koperasi seharusnya berangkat dari kebutuhan warga, bukan dari rencana pusat yang belum tentu relevan.

Joha juga menyebut adanya potensi konflik peran antara koperasi kelurahan dan Bumdes yang sudah lebih dulu hadir di berbagai wilayah. Ia menyayangkan jika dua lembaga ekonomi tersebut akhirnya berjalan tumpang tindih, alih-alih saling menguatkan.

“Kalau tak ada pembagian peran yang jelas, malah bisa bikin bingung. Warga juga nanti jadi ragu, mana yang sebenarnya menopang ekonomi mereka,” ujarnya.

Lebih lanjut, Joha menyoroti kurangnya pendampingan terhadap koperasi yang telah dibentuk. Ia mengingatkan bahwa koperasi bukan sekadar soal struktur dan legalitas, melainkan tentang bagaimana mereka bisa berkembang dan memberi manfaat konkret bagi warga.

Ia pun mendorong agar evaluasi terhadap program ini dilakukan secara terbuka, melibatkan masyarakat sebagai bagian dari penilaian. Menurutnya, program ekonomi kerakyatan tidak bisa dipaksakan satu arah, apalagi jika suara warga justru tidak didengar.

“Yang penting bukan jumlah koperasinya, tapi apakah mereka benar-benar bisa menolong warga untuk berdiri di atas kaki sendiri,” pungkas Joha.

(Adv/SMD/YS).

Penulis: M. YusufEditor: Editor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *