Oleh: Siti Nurul Hajirotul Qudsiyah.
SENIN LALU, menjadi momen bersejarah akan peristiwa bersatunya ribuan guru yang telah melakukan audiensi dengan pemerintah kota samarinda. Guna, memperjuangkan hak-haknya untuk kesejahteraan. Benar adanya bahwa guru merupakan ‘’Pahlawan tanpa tanda jasa’’ namun bukan berarti dimarginalkan haknya untuk sejahtera.
Kebijakan penyelarasan insentif yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Nomor : 420/9128/100.01 tentang Penyelarasan Insentif Guru dan Tenaga Kependidikan, membuat klasifikasi guru yang memperoleh insentif. Namun, dalam pengklasifikasian tersebut, juga terdapat beberapa guru yang tidak mendapatkan insentif. Lantaran dianggap double pembayaran oleh pemerintah.
Inilah yang membuat nasib sebagian guru masih menggantung, padahal jika di telaah insentif sebesar Rp700.000, yang diatur dalam Perwali nomor 8 tahun 2022, dengan tamsil sebesar Rp250.000 yang diatur dalam Permendikbud No. 4 Tahun 2022 yang besarannya tidak sebanding dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari saat ini, sedangkan adanya tunjangan guru menjadi suatu harapan di luar gaji yang sangat ditunggu-tunggu oleh kebanyakan guru.
Sungguh inilah potret kehidupan guru yang masih jauh dari standar kesejahteraan. Apalagi, dengan tinggi beban hidup hari ini, tak jarang terdapat beberapa guru yang melengkapi kebutuhan hidup dengan berjualan, mengajar dari rumah ke rumah, serta pekerjaan sampingan lainnya.
Jika kita menanyakan kepada guru terkhusus non-ASN, kebijakan ini justru sangat melukai hati nurani. Pasalnya, untuk mendapatkan tunjangan profesi (TPG), mereka harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang membutuhkan perjuangan. Belum lagi realita bahwa, tidak semua sekolah mampu membayar lebih gaji guru dan realita bahwa belum ada standarisasi penetapan pemberian upah pada guru non-ASN.
Ditambah, pengklasifikasian sekolah mampu dan sekolah tidak mampu yang mempengaruhi pemberian insentif, terdapat dalam surat edaran tersebut, juga belum dijelaskan secara spesifik.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi para calon-calon guru yang masih mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan, sampai detik ini fakultas keguruan menduduki peminat paling tinggi dengan menghasilkan lulusan paling banyak akan menjadi permasalahan baru.
Jika kondisi hari ini, banyak guru yang tidak sejahtera bisa saja akan mempengaruhi minat anak bangsa terhadap profesi guru yang dirasa tidak mampu keberlangsuan hidup.
Profesi guru memang mulia, mengajar dengan ikhlas beramal namun juga pelru realistis untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
05 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Guru Sedunia yang diresmikan oleh UNSECO, dengan pengharapan, sebagai upaya mendukung guru atas profesinya yang sangat mulia.
Serta sebgai pusat perhatian untuk menyoroti keprihatinan akan hak-hak mereka, dengan demikian harusnya pemerintah dapat lebih lagi memperhatikan nasib guru dengan memperhatikan upah yang layak, sebab peran guru yang luar biasa, karena tanpa adanya guru kita tidak akan menjadi orang yang berhasil, sehingga perlu memberikan penghargaan yang besar bagi pahlawan tanpa tanda jasa itu.
‘’ The Transformation of Education Begins with Teachers’’ atau ‘’Transformasi pendidikan dimulai dari guru’’ sebagai tema dalam peringatan Hari Guru Sedunia memiliki makna dan pengharapan yang besar akan penjaminan kondisi kerja yang layak bagi guru, akses peluang untuk pengembangan professional, dan status professional yang diakui. dengan penuh harap hal ini dapat direalisasikan oleh bangsa ini terkhusus samarinda sebagai kota pusat peradaban.(*/Wan)
*Penulis merupakan Sekretaris Umum Pengurus Cabang PMII Kota Samarinda.
Note: Semua Isi dan Topik Artikel/Opini yang diterbitkan, merupakan tanggung jawab penulis (pemasang).