Dok. Ilustrasi Nyamuk Aedes Aegypti sumber penyakit Demam Berdarah Dengue. (Ist)
MEDIAKATA.COM, SAMARINDA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur (Kaltim) menyebutkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Benua Etam berada dalam zona merah. Serta mengimbau untuk meningkatkan kewaspadaan serta melakukan tindak pencegahan, agar peningkatan DBD dapat segera diminimalisir.
DBD merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sehingga menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat.
Diketahui bahwa Provinsi Kaltim sejak memasuki tahun 2024 hingga pertengahan Februari inj, sebanyak 1.551 orang telah terindikasi terinfeksi. Tak hanya itu, kasus tersebut telah menuai kematian mencapai 7 orang.
Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin mengungkapkan, persoalan penyakit demam berdarah saat ini, sedang berada dalam lonjakan yang meningkat.
“Kasus DBD di Kaltim per minggu sekali kami evaluasi. Saat ini jumlah kasus baru per 100.000 penduduk sebesar 40,68 dan persentase kematian dari jumlah kasus sebanyak 0,46,” jelasnya Jaya Mualimin, Rabu (21/2/2024).
Menurutnya, Kabupaten Berau merupakan daerah dengan kasus DBD tertinggi di Kaltim. Yakni dengan angka 683 kasus orang positif. Kemudian di peringkat kedua ada Kabupaten Kutai Kartanegara dengan 512. Dan ketiga berada di Kutai Timur dengan angka 220 positif.
Selain itu, ia juga membeberkan Kabupaten lainnya, yakni Kutai Barat dengan 218 kasus. Kabupaten Paser mendapatkan kasus sebanyak 200 orang positif dan empat alami kematian. Serts Bontang dengan angka 86 orang positif dan satu meninggal dunia.
“Kota Samarinda 203 orang positif dan satu kematian, Balikpapan 84 orang positif, Penajam Paser Utara 167 orang positif dan satu kematian, hingga Mahakam Ulu dengan empat orang positif,” tuturnya.
Oleh karenanya, ia pun mengimbau agar masyarakat tidak lalai terhadap penyakit yang tidak nampak tersebut. Dan tetap waspada dan melakukan pencegahan dengan membersihkan lingkungan. Khususnya tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti.
“Kami juga terus melakukan fogging, pemasangan abate, dan penyuluhan kepada masyarakat. Kami berharap kasus DBD di Kaltim bisa terus menurun dan tidak ada lagi kematian,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, bahwa ketujuh orang yang meninggal, kebanyakan adalah anak-anak. Sehingga, Dinkes Kaltim menjalin kerja sama dengan Biofarma untuk memfasilitasi vaksinasi DBD berusia 6-12 tahun bagi 11.000 siswa. Sebab anak-anaklah yang paling rentan terkena DBD hingga berisiko kematian.
“Kami gunakan vaksin yang terbaru, teknologinya dari Takeda Jepang, dan distributornya adalah Biofarma. Pemerintah sudah menganggarkan hampir Rp10 miliar membeli vaksin tahun lalu, dan tahun ini juga akan kita tingkatkan,” urainya Jaya.
Jaya pun menilai, vaksin DBD dapat meningkatkan imunitas dan sistem kekebalan pada tubuh anak-anak. Sehingga gejala DBD tidak akan muncuk apabila digigit oleh nyamuk Aedes.
Selain itu, sebagai pengendalian populasi nyamuk yang menyebarkan penyalit seperti DBD, pihaknya pun melepaskan nyamuk Wolbachia yang dikenal sebaga nyamuk yang telah diinfeksi dengan bakteri Wolbachia. Wolbachia diketahui dapat memengaruhi kemampuan nyamuk untuk berkembang biak dengan cara mengganggu reproduksi mereka.
“Nyamuk ini, diberi bakteri Wolbachia untuk menghambat penularan virus dengue agar gigitannya tidak menyebabkan DBD,” pungkasnya.
[RUL/TSN]